BERITAPARLEMEN.ID – JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menekankan bahwa penempatan anggota TNI dalam jabatan sipil harus dilakukan dengan seleksi ketat.
“Pengisian posisi tersebut hanya boleh dilakukan jika benar-benar diperlukan, atas permintaan kementerian terkait, dan dengan mempertimbangkan kompetensi individu,” ujar TB Hasanuddin.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR pada Senin (3/3/2025), yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI), termasuk isu anggota TNI yang diperbolehkan menduduki jabatan sipil.
TB Hasanuddin menekankan bahwa kebijakan ini harus mempertimbangkan keberadaan aparatur sipil negara (ASN) yang telah berkarier di kementerian/lembaga terkait. Meskipun UU mengizinkan anggota TNI untuk menempati jabatan ASN tertentu, seleksi tetap diperlukan agar penempatan berjalan sesuai kebutuhan dan keahlian.
Ia mencontohkan bahwa jika seorang anggota TNI memiliki latar belakang pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), maka wajar jika ditempatkan di Kementerian Pertanian. Sebaliknya, lulusan Akademi Militer yang hanya memiliki keahlian tempur sebaiknya diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum ditempatkan di lembaga seperti Bulog.
TB Hasanuddin juga menepis anggapan bahwa kebijakan ini dapat menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI. Ia menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut tidak relevan dalam konteks penempatan selektif di kementerian dan lembaga negara.
Sesuai Pasal 19 ayat (2) huruf a Undang-Undang ASN, prajurit TNI dapat menduduki jabatan ASN tertentu. Sementara itu, Pasal 47 ayat (1) UU TNI menyatakan bahwa prajurit TNI dapat menempati jabatan sipil setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas aktif.
Namun, Pasal 47 ayat (2) juga memberikan pengecualian bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan di lembaga strategis seperti kementerian bidang politik dan keamanan, intelijen negara, lembaga ketahanan nasional, dan Mahkamah Agung.