beritaparlemen.id – Titi Anggraini, pengajar pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyatakan bahwa keberadaan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.
Dalam diskusi daring yang diadakan oleh The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) di Jakarta pada Minggu (1/9/2024), Titi menjelaskan bahwa partai politik seharusnya memanfaatkan wewenangnya dalam proses rekrutmen politik dan kaderisasi secara lebih efektif.
“Partai politik sebagai institusi kaderisasi seharusnya menjalankan fungsinya dengan baik. Jika tidak, masyarakat bisa semakin tidak percaya atau menjadi apolitis,” kata Titi.
Menurut Titi, calon tunggal dapat menyebabkan apatisme di kalangan masyarakat karena merasa tidak memiliki pilihan yang memfasilitasi praktik demokrasi yang optimal.
“Masyarakat mungkin merasa pilkada tidak menjanjikan kompetisi yang berarti, sehingga mereka apatis dan enggan datang ke TPS,” tambahnya.
Meski demikian, Titi juga mencatat bahwa di beberapa daerah yang dinamis, calon tunggal dapat memicu keaktifan politik masyarakat, seperti dukungan terhadap kotak kosong sebagai bentuk perlawanan.
“Contohnya, di Kota Pangkalpinang, masyarakat bahkan mengantarkan pendaftaran kotak kosong ke KPU,” ujarnya.
KPU RI sebelumnya mengumumkan bahwa ada 43 daerah yang berpotensi memiliki calon tunggal dalam Pilkada 2024, termasuk satu provinsi di Papua Barat, lima kota, dan 37 kabupaten.
Beberapa kabupaten yang berpotensi memiliki calon tunggal adalah Aceh Utara, Pakpak Bharat, Lampung Barat, dan Malinau. Sementara itu, kota-kota yang berpotensi calon tunggal meliputi Pangkalpinang, Pasuruan, Surabaya, Samarinda, dan Tarakan.












