Kilas Peristiwa

DPR RI Desak Transparansi Kejagung di Kasus Tom Lembong

×

DPR RI Desak Transparansi Kejagung di Kasus Tom Lembong

Sebarkan artikel ini
DPR RI Desak Transparansi Kejagung di Kasus Tom Lembong
Doc. Foto: emedia.dpr.go.id

BERITAPARLEMEN.ID – JAKARTA – Anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut secara tuntas dugaan kasus korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), dan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus (CS), sebagai tersangka.

Benny menegaskan bahwa kasus ini harus ditangani dengan transparansi penuh. “Saya berharap kasus ini dapat menjadi langkah awal Kejagung untuk mengungkap seluruh kejahatan terkait impor gula ini. Semua pihak yang terlibat harus diperiksa, hukum harus ditegakkan dengan adil dan tanpa diskriminasi,” ungkap Benny kepada wartawan pada Rabu (30/10/2024).

Benny juga menegaskan pentingnya keterbukaan dari pihak Kejagung dalam mengusut kasus ini agar tak ada kesan keberpihakan.

“Jangan ada hal yang ditutupi, sehingga tidak ada kesan tebang pilih, balas dendam politik, atau melayani kepentingan tertentu. Tuduhan-tuduhan ini bisa dihindari jika Kejagung benar-benar transparan,” tambahnya.

Kasus ini berkaitan dengan impor gula yang dilakukan Tom Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyatakan bahwa impor dilakukan ketika Indonesia memiliki surplus gula.

BACA JUGA:  DPR Desak Pemerintah Evaluasi Kinerja Pembantu Presiden Usai Kontroversi Gus Miftah

Gula kristal mentah yang diimpor tersebut kemudian diolah menjadi gula kristal putih, meskipun impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan oleh BUMN.

Namun, Tom Lembong memberikan izin kepada PT AP. Kejagung juga menyatakan bahwa impor ini tidak melalui rapat koordinasi antarinstansi dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Sebanyak delapan perusahaan swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI, terlibat dalam produksi gula kristal tersebut.

PT PPI tampak seolah-olah membeli gula tersebut, tetapi sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut kepada masyarakat dengan harga Rp16 ribu per kilogram, lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yang sebesar Rp13 ribu per kilogram.

PT PPI disebut menerima komisi dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut, dengan dugaan kerugian negara yang mencapai sekitar Rp400 miliar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!