BERITAPARLEMEN.ID – JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mengungkapkan bahwa kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen terhadap sekolah internasional perlu ditelaah lebih mendalam agar tetap adil dan berpihak pada masyarakat.
Ledia menyatakan, meskipun sekolah internasional biasanya diperuntukkan bagi kalangan mampu, kenaikan tarif pajak ini tetap dirasa memberatkan.
“Sekolah internasional memang diperuntukkan bagi yang mampu, namun ketika dikenakan pajak sebesar 12 persen, itu masih menjadi beban, karena pendidikan adalah kebutuhan dasar,” ujarnya.
Ledia menambahkan, pada prinsipnya, pendidikan harusnya bersifat nirlaba, artinya tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Namun, ia menilai kenyataannya tidak selalu konsisten, karena banyak penyelenggara pendidikan yang bersifat komersial meski menggunakan label yayasan yang seharusnya nirlaba.
Ledia juga menyoroti penjelasan Pasal 65 Undang-Undang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa sekolah merupakan lembaga nirlaba, kecuali jika sekolah tersebut beroperasi di daerah ekonomi khusus, yang kemudian dianggap sebagai lembaga komersial dan dikenakan pajak.
Pihaknya pun berpendapat, regulasi lebih rinci diperlukan untuk menentukan apakah sekolah internasional termasuk dalam kategori tersebut.
Lebih lanjut, Ledia mengingatkan agar kebijakan pajak di sektor pendidikan tidak merembet ke sekolah lain, terutama sekolah swasta kecil dan sekolah menengah ke bawah, yang justru membutuhkan dukungan. “Harus ada pengaturan yang jelas agar kebijakan ini tepat sasaran dan bermanfaat bagi semua,” tegasnya.
Pemerintah Indonesia akan mulai menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025, sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung stabilitas serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Kenaikan ini diperkirakan akan mempengaruhi sejumlah barang dan jasa, termasuk layanan pendidikan premium seperti sekolah internasional.