BERITAPARLEMEN.ID – JEDDAH – Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa negara tetap memiliki tanggung jawab atas nasib jemaah haji furoda, meskipun keberangkatan mereka dilakukan melalui skema bisnis antara travel Indonesia dan mitra di Arab Saudi (business to business).
Ia menilai, pemerintah tidak boleh lepas tangan, apalagi jika jemaah gagal berangkat karena visa tidak diterbitkan.
“Walau visa furoda atau mujamalah ini bukan di bawah kendali langsung pemerintah, negara tetap wajib hadir memberikan perlindungan hukum,” ujar Fikri di Jeddah, Sabtu, 31 Mei 2025.
Politikus Fraksi PKS itu menilai, insiden gagalnya ribuan calon jemaah furoda tahun ini seharusnya menjadi pemicu revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pihaknya menekankan pentingnya jaminan hukum bagi seluruh WNI yang berangkat haji, termasuk lewat jalur nonkuota. “Yang utama adalah perlindungan. Karena mereka warga negara, maka haknya harus dilindungi,” tegasnya.
Fikri juga mendorong adanya regulasi teknis dan pengawasan lebih ketat terhadap pelaksanaan haji menggunakan visa furoda. Ia membandingkan dengan kebijakan umrah mandiri yang diterapkan Arab Saudi, di mana pemerintah Indonesia tetap harus memastikan jemaah mendapatkan perlindungan menyeluruh.
“Ini bukan semata soal bisnis, tapi tentang perlindungan warga negara. Pemerintah harus menjamin jemaah yang sudah membayar dan berniat ibadah tetap mendapat layanan yang layak,” ujarnya.
Kementerian Agama mencatat lebih dari 1.000 calon jemaah furoda gagal berangkat tahun ini karena visa mereka tidak keluar. Sejumlah biro travel telah dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nur Alya Fitra, menyatakan Kemenag akan memastikan proses refund berjalan tuntas, atau menawarkan opsi keberangkatan tahun depan.
Ia juga mengonfirmasi bahwa revisi UU Haji dan Umrah tengah dibahas bersama DPR, termasuk ketentuan pengawasan dan perlindungan hukum bagi pengguna visa nonkuota seperti furoda.












