beritaparlemen.id – Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, meminta agar proses pengangkatan guru honorer dengan kontrak kerja individu (KKI) tidak perlu melalui tes yang rumit. Menurut Jhonny, para guru honorer ini sudah memiliki pengalaman mengajar yang cukup lama.
“Tidak perlu tes lagi. Mereka sudah terbukti mengajar selama bertahun-tahun, jadi kalau diterima, mereka jelas berpengalaman,” ujar Jhonny sebagaimana dilansir dari laman tempo, Selasa, 23 Juli 2024.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap rencana Dinas Pendidikan yang mencari solusi untuk nasib guru honorer yang terdampak kebijakan pemutusan kontrak sepihak.
Dinas Pendidikan sebelumnya berencana membuka 1.700 kuota pendaftaran KKI pada Agustus 2024, meski saat ini ada 4.127 guru honorer di Jakarta.
Sebanyak 2.427 di antaranya diminta mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan kuota 1.900 orang, bersaing dengan guru dari seluruh Indonesia. Sisanya diharapkan mempersiapkan pendaftaran untuk tahun berikutnya.
Jhonny menilai rencana tersebut terlalu rumit, mengingat anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 dianggap memadai untuk mengangkat 4.127 guru honorer, dengan upah yang sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Pada 2024, UMP Jakarta diperkirakan sekitar Rp5,06 juta. Jhonny berpendapat bahwa jika semua guru honorer diangkat langsung, tidak akan terjadi penumpukan dengan lulusan baru, mengingat banyaknya guru yang pensiun.
“APBD kita (Jakarta) cukup besar, mencapai Rp81,7 triliun. Ini tinggal bagaimana Dinas Pendidikan meyakinkan pimpinan,” jelasnya.
Menurut Jhonny, anggaran APBD DKI Jakarta sebagian besar digunakan untuk sektor kesehatan dan pendidikan. Ia juga mengusulkan agar dana hibah dialokasikan untuk pengangkatan guru honorer, mengingat banyak guru di Jakarta yang masih digaji berdasarkan kebijakan kepala sekolah, dengan kisaran gaji yang sangat bervariasi antara Rp300 ribu hingga Rp1,5 juta.
Jhonny menambahkan bahwa Pemprov DKI Jakarta seharusnya menjadi contoh bagi daerah lain dengan memastikan kesejahteraan guru honorer. “Jadi, memang kontrak guru honorer sebaiknya dihapuskan,” tutupnya.












