BERITAPARLEMEN.ID – JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mulai memunculkan reaksi dari berbagai pihak. Selain anggota parlemen, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga angkat suara terkait dampak teknis atas pelaksanaan Pemilu 2029 mendatang.
Anggota Komisi II DPR RI, Wahyudin Noor Aly, menyampaikan kekhawatirannya terhadap format baru pemilu yang dinilai berisiko menimbulkan ketidakefisienan dan bertentangan dengan prinsip pemilu lima tahunan.
“Kenapa pemilu lima tahunan bisa berubah menjadi tujuh tahun? Ini sedang menjadi perdebatan di kalangan ahli hukum. Tahun 2029 hanya akan digelar pemilu nasional, sementara pemilu daerah diundur ke 2031,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (7/7/2025).
Ia mengingatkan bahwa tanpa penataan sistem yang matang, pemisahan jadwal pemilu berpotensi menciptakan polemik hukum berkepanjangan serta pemborosan anggaran seperti yang terjadi pada pemilu serentak sebelumnya.
“Waktu itu Pilpres, Pileg, dan Pilkada digelar bersamaan, tapi gugatan pasca pemilu belum selesai hingga kini. Bahkan ada yang harus mengulang, dan itu menghabiskan dana negara hampir Rp1 triliun,” tegasnya.
Sementara itu, dari sisi pengawasan, Bawaslu juga masih menunggu kepastian hukum menyusul putusan MK tersebut. Anggota Bawaslu Jawa Tengah, Sosiawan, menuturkan bahwa lembaganya belum bisa mengambil kebijakan operasional hingga ada penyesuaian regulasi dari pemerintah maupun DPR.
“Bawaslu hanya melaksanakan undang-undang. Sekarang MK telah memutuskan pemilu nasional dan daerah dipisah, tapi UU-nya sendiri belum diperbarui, jadi kami belum bisa bergerak lebih jauh,” kata Sosiawan.
Ia menambahkan, pemerintah dan DPR saat ini masih dalam tahap pembahasan terhadap konsekuensi hukum dari keputusan MK. Termasuk di antaranya, apakah proses pembentukan badan ad hoc akan dilakukan secara bertahap atau sekaligus. “Kami menunggu arahan resmi dan kepastian politik dulu, baru bisa menentukan langkah operasional,” ucapnya.
Baik Wahyudin maupun Sosiawan sama-sama mengingatkan agar pelaksanaan pemilu mendatang tetap mengedepankan efisiensi, kepastian hukum, dan stabilitas politik. Dengan potensi pelaksanaan Pemilu 2029 dan Pilkada 2031 yang terpisah, mereka berharap tidak muncul hambatan teknis yang merugikan publik.
“Pemilu seharusnya sederhana, terencana dengan baik, dan hasilnya bisa dipercaya. Jangan sampai ada pemilu ulang lagi, karena itu berarti membuang-buang uang rakyat,” tutup Wahyudin.