beritaparlemen.id – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melaporkan bahwa selama demonstrasi menanggapi Putusan MK di berbagai daerah, aparat keamanan terlibat dalam tindakan represif.
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengungkapkan bahwa banyak insiden intimidasi dan kekerasan terhadap peserta aksi tercatat di kota-kota seperti Semarang, Makassar, Bandung, dan Jakarta.
“Di Semarang, YLBHI mencatat insiden penembakan gas air mata dan pemukulan oleh polisi, mengakibatkan 18 orang harus dilarikan ke rumah sakit. Di Makassar, demonstrasi dibubarkan aparat karena istri Presiden Joko Widodo, Iriana Jokowi, akan melewati lokasi aksi,” jelas Isnur.
Isnur menambahkan, di Bandung, 31 orang menjadi korban kekerasan, dengan dua orang mengalami luka sobek di kepala dan dua lainnya hilang hingga laporan ini disiarkan.
Ia juga melaporkan bahwa aksi di Jakarta ditandai dengan tindakan represif, termasuk penembakan gas air mata dan pengeroyokan terhadap demonstran yang berusaha merobohkan pagar DPR.
“Hingga Kamis malam, 22 Agustus 2024, YLBHI menerima 26 laporan terkait kekerasan, doxing, dan penangkapan oleh aparat keamanan,” ujarnya.
Isnur menegaskan bahwa tindakan represif aparat melanggar hukum dan peraturan internal kepolisian, khususnya Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 yang melarang kekerasan bahkan dalam situasi kerumunan yang tidak terkendali.
“YLBHI meminta Kapolri untuk menghentikan kekerasan terhadap demonstran yang melakukan aksi damai,” katanya.
Aksi Kawal Putusan MK digelar di berbagai daerah setelah Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024, mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dan batas usia calon kepala daerah.
Namun, revisi UU Pilkada oleh Badan Legislasi DPR yang menafsirkan ulang putusan ini memicu kemarahan publik, yang berujung pada gelombang demonstrasi di berbagai kota besar.












