BERITAPARLEMEN.ID – JAKARTA – Komisi VII DPR RI menegaskan komitmennya memperkuat sektor pariwisata nasional melalui dukungan pada Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat (PWBM). Langkah ini dipandang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus memastikan manfaat pariwisata dirasakan langsung oleh warga setempat.
Sektor pariwisata sendiri diproyeksikan mencatat perputaran uang hingga Rp300 triliun pada 2024, mencerminkan potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap.
Komitmen tersebut disampaikan Ketua Kapoksi Komisi VII DPR RI, Kaisar Abu Hanifah, dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Event Nasional Berbasis Wisata Alam dan Petualangan yang digelar di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (12/10/2025).
Acara ini bertujuan membentuk kelompok masyarakat aktif yang mampu mengelola potensi wisata daerah secara mandiri dan berkelanjutan.
Kaisar menekankan bahwa pelibatan masyarakat lokal merupakan kunci dalam menciptakan ekosistem pariwisata yang kuat. “Ke depan, saya ingin semakin banyak masyarakat menjadi penggerak pariwisata di daerahnya. Kita perlu membentuk kelompok yang mampu mengoptimalkan potensi wisata lokal,” ujarnya.
Ia menambahkan, sektor pariwisata memiliki daya ungkit besar terhadap ekonomi nasional. “Perputaran uang di sektor ini sangat besar, dan banyak peluang ekonomi yang bisa diciptakan dari pariwisata,” katanya.
Komisi VII DPR RI memastikan dukungan terhadap sektor ini tak berhenti pada pernyataan politik semata, melainkan juga mencakup aspek kebijakan, penganggaran, dan pengawasan. Langkah ini diharapkan memperkuat fondasi pengembangan pariwisata nasional dan mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
Dari sisi pemerintah, Asisten Deputi Event Nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Komang Ayu Astiti, menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam mengembangkan event wisata, khususnya di sektor alam dan petualangan.
Ia menilai daerah seperti Sleman memiliki potensi besar untuk menjadi magnet wisatawan jika mampu memadukan kekayaan budaya dan alamnya.
“Kita punya warisan budaya luar biasa seperti candi-candi yang sudah dikenal dunia. Tinggal bagaimana menambahkan aktivitas menarik agar wisatawan ingin tinggal lebih lama,” ujarnya.
Pihaknya mencontohkan ide seperti trail run di sekitar kawasan candi yang bisa menjadi atraksi baru dan modern.
Menurut Ni Komang, strategi ini bukan hanya memperpanjang durasi kunjungan wisatawan, tetapi juga meningkatkan aktivitas ekonomi lokal mulai dari kuliner hingga kerajinan tangan. Bali dan Yogyakarta disebut sebagai contoh daerah yang berpeluang besar menyerap dampak positif dari pendekatan ini.
Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dinilai menjadi kunci keberhasilan pengembangan wisata berbasis komunitas. Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Kus Hendarto, menyatakan pihaknya siap memperkuat kerja sama lintas lembaga untuk mengoptimalkan potensi wisata di wilayahnya.
“Kita punya kekayaan alam dan budaya yang luar biasa. Tantangannya adalah bagaimana menjadikannya sumber kesejahteraan masyarakat,” ujar Kus.
Menurutnya, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata akan berdampak langsung pada pembangunan dan kesejahteraan warga.
Pemerintah daerah kini memprioritaskan promosi yang lebih intensif serta pengembangan atraksi wisata yang sesuai dengan karakter lokal. Strategi ini diharapkan mampu menarik wisatawan dengan daya beli tinggi agar lebih lama tinggal dan membelanjakan uangnya di daerah.
Dengan dukungan legislatif dan sinergi lintas sektor, Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi baru yang inklusif, berkelanjutan, dan menyejahterakan komunitas di seluruh Indonesia.
